Catatan tentang Membaca Harimau! Harimau!

Penulis: Prashasti Wilujeng

Pada hari Rabu, 13 September 2017, Harimau! Harimau! (Pustaka Jaya, 1975) menjadi buku kedua karya Mochtar Lubis yang kami baca. Dalam dua setengah putaran selama lima jam, buku setebal 216 halaman ini habis dibaca oleh Pingkan, Anggra, Dhuha, Zikri, Walay, Robby, Rayhan, Asti, dan Otty. Karya ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda dengan judul Tiger-Tiger oleh Horlimann. Kemudian pada 1976, novel ini mendapat penghargaan buku fiksi terbaik dari Yayasan Buku Utama.[1]

Suasana kegiatan Klub Baca Buku Untuk Semua #25 di Perpustakaan Forum Lenteng

Karya penulis berlatar belakang jurnalis  ini dibuka dengan sebuah sajak dari Jose M.A. Capdevilla, yang mungkin diterjemahkan sendiri oleh Mochtar Lubis. Sajak yang singkat namun mencekam, seperti novel yang ditulisnya.

melintas ketakutan lewat sudut
jalan-jalan dan tanah lapang
meratap kengerian
angin lalu

ada yang tidur
yang lain bangun
hati berdebar cemas

turunlah hujan
semuanya teror dan sunyi sepi

 

Suasana kegiatan Klub Baca yang bisanya diwarnai pula dengan kegiatan merekam.

Pingkan tengah mendengarkan Yonri yang membaca.

Mochtar Lubis menggambarkan hubungan antarmanusia, plot, latar, dan suasana lewat watak-watak yang muncul dari tujuh orang pencari damar di hutan: Wak Katok, Pak Balam, Buyung, Sanip, Tabib, Sutan, dan Pak Haji. Perbedaan antara setiap orang, setiap generasi, dan setiap latar belakang diwakilkan di setiap tokohnya. Tokoh-tokoh yang dikumpulkan di tengah hutan, dengan suasana mencekam, yang memunculkan watak-watak asli seseorang. Selama membaca, kami dibuat tertawa terbahak, terdiam, ataupun kesal dengan bagaimana setiap tokoh merespons situasi dan keadaan hidup.

Pingkan, Yonri dan Otty tengah menyimak proses pembacaan oleh salah seorang peserta.

Asti, Rayhan, Robi dan Walay tengah menyimak Zikri yang membaca.

Saat beberapa pembaca ditanya bagian favorit, Pingkan berkata ia paling suka saat penceritaan menggunakan sudut pandang si Harimau. Bagaimana si Harimau berpikir, merasa lapar, dan menyusun taktik untuk menyergap mangsa. Dhuha sangat suka dengan keseluruhan buku ini karena ia pernah merasakan sendiri bagaimana ia berada di tengah hutan dan ketakutan disergap binatang buas. Bagian yang paling ia sukai adalah di bagian menjelang akhir saat Wak Katok dengan sengaja membuat rombongan pencari damar ini hanya berjalan memutar dan tersesat.

Dhuha tengah membacakan bagian tengah dari karya Harimau! Harimau!

Asti yang tengah membaca.

Menurut saya sendiri, Mochtar Lubis menggunakan konflik untuk menggambarkan hubungan antara manusia dengan manusia lain. Wak Katok, misalnya, menggambarkan generasi tua yang karena banyak ilmunya, ia dijjadikan guru oleh banyak orang sehingga menjadi seseorang yang terpandang di kampungnya. Pak Balam, yang sebaya dengan Wak Katok adalah orang yang dihormati oleh warga kampung karena ketaatannya dalam beribadah. Kemudian ada Buyung yang masih berumur sembilan belas tahun, masih muda, satu-satunya yang belum menikah, dan berani serta berpegang teguh pada prinsipnya. Ia merupakan murid pencak Wak Katok. Sanip, yang umurnya lebih tua beberapa tahun daripada Buyung, sudah punya empat orang anak. Sanip adalah orang yang ceria dan selalu berpikir positif. Talib, sebaliknya adalah orang yang pendiam dan pemurung. Sedangkan, Sutan adalah orang yang keras kepala. Pak Haji, yang wataknya baru jelas belakangan, adalah orang yang punya banyak pengalaman. Ia merupakan orang yang skeptis dengan manusia lain karena ia telah banyak melihat bagaimana manusia memakan manusia lain dengan tindakan jahat mereka.

Robi yang membaca dan Zikri yang menyimak.

Belakangan, baru diketahui bahwa Wak Katok adalah seorang pecundang yang egois. Sedangkan Sanip, yang selalu ceria, ternyata pernah banyak melakukan banyak kesalahan. Di sini, Mochtar Lubis menggambarkan manusia sebagai manusia seutuhnya, yang mempunyai ketakutan dan kesalahan. Manusia yang tidak digambarkan dengan hebat dan heroik.

Otty yang merupakan pencetus ide Klub Baca ini turut pula membacakan bagian-bagian karya Mochatr Lubis ini.

Usai membaca buku ini, Otty mengemukakan bahwa ia sangat suka buku ini karena penuturannya sangat filmis. Sudut pandang yang awalnya berasal dari Buyung, pindah ke Harimau, pindah lagi ke Wak Katok, lalu pindah lagi ke Buyung. Narasi dibacakan tidak hanya selalu dari sudut pandang orang ketiga, tapi berpindah juga ke orang pertama.

Suasana pelaksanaan kegiatan Klub Baca Buku Untuk Semua #25.

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***

Sketsa karya Yonri yang dibuat selama proses pembacaan.

Daftar Rujukan:

[1] http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Harimau-Harimau | Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Klub Baca #25: Harimau! Harimau!
Klub Baca #26: Bromocorah