Kisah-kisah Pinggiran dari Lubis

Bulan ini sepertinya bulannya Lubis, ya?

Beberapa orang sempat bertanya-tanya demikian kepada saya sebagai penyelenggara Klub Baca Buku Untuk Semua. Memang, beberapa edisi terakhir ini kami membaca karya-karya sastra yang dibuat oleh Mochtar Lubis. Bukan sebuah kesengajaan sebetulnya untuk membuat sebulan penuh membaca Lubis. Sebetulnya saya lebih ingin menuntaskan koleksi Lubis di perpustakaan sebagai pemanasan membaca karya sastra Indonesia sebelum nantinya beralih ke karya sastra Indonesia lainnya.

Suasana kegiatan Klub Baca Buku Untuk Semua #26

Pada seri ke-26 ini, Klub Baca Buku Untuk Semua menghadirkan karya Bromocorah sebagai bahan bacaan. Karya yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada tahun 1993 ini merupakan antologi duabelas cerita pendek yang ditulis oleh Mochtar Lubis. Tidak jelas persisnya kapan rentang waktu penulisan dari cerita-cerita pendek tersebut, namun secara garis besar kisah-kisah di dalamnya menuturkan tentang orang-orang pinggiran dan perkara identitas di Indonesia pasca kemerdekaan.

Zikri, Dhuha dan Walay. Dhuha tengah membaca sementara Zikri dan Walay mendengarkan sambil membuat nirmana.

Otty, Yonri, Walay, Dhuha, Zikri, Yuki dan Anggra secara bergiliran membacakan satu per satu cerita pendek dalam buku tersebut. Namun kali ini, kegiatan Klub Baca tidak dilaksanakan di Perpustakaan Forum Lenteng, tetapi di ruang tengah Forum Lenteng. Meskipun pelaksanaannya mundur sehari dari rencana semula di tanggal 20 September 2017 menjadi tanggal 21 September 2017, namun antusiasme proses membaca tetap terbangun di antara para peserta yang hadir.

Otty tengah memulai ritual membaca sementara Yonri mendengarkan.

Pembacaan dibuka oleh Otty yang menyebutkan seri Klub Baca, judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tanggal pelaksanaan dan nama masing-masing peserta Klub Baca. Kemudian Otty mulai membacakan cerita pendek pertama yang juga menjadi judul dari antologi ini, Bromocorah. Selanjutnya Abu Terbakar Hangus; Hati yang Hampa; Pahlawan; Uang, Uang, Uang, Hanya Uang; Wiski; Dara; Dukun; Hidup Adalah Sebuah Permainan Rolet;Rekanan; Gelas yang Pecah; dan Perburuan dibacakan secara bergantian oleh peserta Klub Baca. Kurang lebih dari jam 19.00 hingga 00.30, kami menuntaskan buku setebal 232 halaman ini.

Yuki membacakan karya berjudul Wiski.

Sesekali kami terpingkal oleh kejenakaan yang sinis dalam karya-karya Lubis. Sesekali kami menanggapi langsung candaan atau ironi dalam cerita-cerita pendek yang dibacakan. Sehingga suasana membaca yang juga diselingi aktivitas membuat nirmana dwimatra sebagai tugas dari Lokakarya Membuat Filem menjadi ramai dan penuh semangat.

Yonri dalam sketsa karya Otty.

Anggra dalam sketsa karya Otty.

Usai pembacaan, beberapa peserta memberi komentar tentang cerita pendek yang mereka sukai. Otty paling menyukai Rekanan. Menurutnya, era awal 80-an sebagaimana yang disebutkan sebagai latar dalam cerita tersebut merupakan tahun-tahun yang menjadi cikal-bakal kelahiran generasi dan kultur yang mendewakan gaya hidup kebaratan dan kemewahan. Korupsi dan nepotisme menjadi sikap-sikap yang tidak terhindarkan terutama pada kalangan perusahaan yang berkait dengan pemerintahan. Sedangkan Yonri sangat menyukai cerita Abu Terbakar Hangus. Menurutnya, dalam cerita tersebut, segala hal bisa dilihat dari perspektif tokoh utama yaitu Safira, yang kemudian menjembatani pengenalan terhadap tokoh-tokoh lainnya, situasi sosial kala itu bahkan termasuk pula situasi politiknya. Bahkan dalam salah satu fragmen cerita, dituturkan bahwa pernikahan tokoh utama pernah melibatkan Perdana Menteri Nehru dari India sebagai penengahnya. Bagi saya, cerita yang disukai Yonri tersebut juga merefleksikan isu identitas yang muncul akibat Safira yang campuran Belanda-Jawa. Sensitivitas akan nasionalitas begitu ditonjolkan dalam keresahan Safira sebagai warga negara campuran. Bahkan keresahan ini pun berdampak pula pada kesulitannya untuk menetap pada seorang pendamping hidup. Hal yang sama pun terjadi dalam cerita Uang,Uang, Uang, Hanya Uang yang menceritakan seorang taipan Tionghoa yang mencintai Indonesia tetapi tak mampu menyampaikannya. Ironi taipan ini pun kemudian dikiaskan bersamaan dengan kerinduannya akan gadis pujaan hatinya di Indonesia. Cintanya pada si gadis dan tanah Indonesia diibaratkan sebagai sebuah cinta yang sama-sama tak terkatakan, apalagi terbalaskan.

Zikri membaca sementara Yuki mendengarkan sambil membuat nirmana.

Cerita terakhir yang berjudul Perburuan cukup mengingatkan kami akan novel Lubis yang sebelumnya kami baca, Harimau! Harimau!  Beberapa dari kami berspekulasi bahwa mungkin dari versi pendek inilah kemudian dikembangkan menjadi novel. Beberapa lainnya berpendapat barangkali malah sebaliknya. Dari semua, menurut saya cerita terakhir inilah yang paling ironis. Tokoh utama yang begitu jagoan, yang hendak segera menikah, malah rupanya harus menemui ajal akibat teriakan yang mengabarkan keberadaan harimau. Padahal, teriakan itu belum tentu benar.

Suasana kegiatan Klub Baca Buku Untuk Semua #26

 

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***

Klub Baca #26: Bromocorah
Klub Baca #27: Membaca Roman Sejarah