Membaca Rekam Media

Penulis: Anggraeni Widhiasih

Jika biasanya di Klub Baca, kami membaca buku karya sastra dari berbagai penulis, pada Klub Baca #13 ini kami memutuskan membaca media. Bersama Samuel Bagas Wiraseto (Gentong) dari RuangRupa, kegiatan baca bersama yang dilakukan oleh Anggra, Otty, Hafiz, Ika, Rayhan, Asti dan Melisa mengusung tema tentang Rekam Media.

Kegiatan yang diadakan pada Rabu, 1 Maret 2017, pukul 11:00 WIB di Perpustakaan Forum Lenteng ini diawali dengan membaca selintas tumpukan koran yang sengaja dibawa ke Perpustakaan Forum Lenteng. Kemudian, Gentong mengajak kami untuk mengulik sedikit mengenai sejarah materil koran, terutama koran di Indonesia.

Sengaja, kami membaca Wikipedia sebagai rujukan bacaan kami mengenai informasi-informasi yang dibutuhkan hari ini. Hal tersebut kami lakukan sebagai upaya merekam informasi dari media publik terkait isu yang kami cari, terutama kaitannya dengan lokasi dan situasi di Indonesia. Sebelumnya, kami pun membuat sebuah akun Wikipedia sebagai cara untuk mereproduksi dan memproduksi wacana secara langsung lewat media publik. Maka, secara bergantian kami membacakan informasi yang tertulis di Wikipedia mengenai koran di Indonesia.

Secara bahasa, kata koran merujuk pada penerbitan yang ringan dan mudah dibuang sehingga pembuatan koran biasanya menggunakan kertas yang berkualitas rendah. Adalah Medan Prijaji terbit pertama di tahun 1907 yang merupakan koran ber-Bahasa Melayu pertama yang terbit di Indonesia. Koran yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo tersebut pertama kali dicetak di kota Bandung dan terbit secara mingguan. Hingga kemudian di tahun 1910, ia terbit secara harian dan dicetak di Jakarta. Koran medan Prijaji pada masanya tak hanya merupakan media informasi semata, namun ia juga memiliki daya politis yang berposisi menentang pemerintah kolonial. Bahkan, koran yang didirikan ketika Tirto Adhi Soerjo masih sekolah kedokteran ini pun memiliki kolom pengaduan masyarakat yang lantas merujuk pada aktivitas jurnalisme advokasi. Koran ini terbit terakhir kali pada 3 Januari1912 untuk kemudian tutup pada 23 Agustus 1912.

Informasi ini dikonfirmasi ulang oleh Otty dan Hafiz. Menurut keduanya, rekam sejarah tentang kegiatan Tirto Adhi Soerjo tersebut ditulis kembali oleh Pramoedya Ananta Toer dalam tetralogi novelnya. Terutama pada buku Jejak Langkah yang ditulis sebagai buku ketiga tetraloginya. Pram menuliskan sejarah tersebut melalui fiksi dan menghidupkan kembali Tirto Adhi Soerjo melalui karakter Minke. Tirto Adhi Soerjo tak hanya menjadi salah seorang bapak jurnalisme di Indonesia, tapi ia pula adalah salah satu pemuda yang pada era pra-kemerdekaan telah mewacanakan nasionalisme melalui media massa bahkan sebelum Budi Utomo berdiri di tahun 1908. Kondisi tersebut bisa dikatakan beriringan dengan kondisi politik internasional di negara-negara semacam Filipina, Kuba dan Eropa yang tengah ramai dengan topik nasionalisme di awal tahun 1900-an.

Di Indonesia, perkembangan surat kabar dibagi menjadi beberapa babak mengikuti era pemerintahan pasca kemerdekaan. Namun sebelum kemerdekaan, terdapat dua babak yang cukup pula penting diketahui. Babak Putih yang hadir di tahun 1744 – 1854 merupakan babak dimana surat kabar hanya dimiliki oleh orang berkulit putih, ber-Bahasa Belanda, dan pula hanya membahas aspek kehidupan orang-orang kulit putih. Sehingga tak aneh, ia disebut Babak Putih. Pada babak selanjutnya yang disebut Babak Kedua yaitu di tahun 1854 – 1908, koran-koran dalam Bahasa Melayu mulai lahir dan posisi redaktur terkadang diisi pula oleh orang Tionghoa maupun Melayu. Medan Prijaji merupakan salah satu contohnya.

Kondisi media yang analog pada era tersebut, kini jelas telah berubah. Generasi hari ini tidak lagi lekat pada teknologi yang serba cetak dan analog. Penemuan komputer dan internet memberi tak hanya kemudahan komunikasi jarak jauh, tapi juga mengubah perilaku bermedia di hari ini. Kliping berita pada hari ini bisa diwujudkan hanya dengan pranala luar dan segala sesuatu sangat lekat dengan digital. Maka pun tak heran jika sesi baca ini kemudian diawali dengan membuat sebuah akun Wikipedia.

Usai ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***

Foto diambil dari http://www.infobdg.com/v2/wp-content/uploads/2014/12/81.jpg , diakses pada 7 Maret 2017 pukul 18.30

Klub Baca #13: Rekam Media bersama Samuel Bagas
Klub Baca #14: Lelaki Tua dan Laut