Menelusuri Sejarah Dunia ala Gombrich

Penulis: Anggraeni Widhiasih

“Anak-anak yang beruntung akan dibacakan buku ini. Orang dewasa yang cerdas akan membacanya sendiri dan terbangkitkan kembali ikatannya pada semangat kemanusiaan.” – Wall Street Journal

Suasana pembacaan Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda tanggal 3 Mei 2017

Sebagaimana yang diungkapkan kutipan komentar dari sampul buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda (Marjin Kiri, 2015) karya Ernst H. Gombrich, kami mungkin salah satu dari sekian anak-anak yang beruntung yang pernah saling dibacakan dan membacakan buku ini. Karya sejarah yang tidak terasa seperti buku sejarah ini memuat penulisan sejarah dunia yang terrangkum dalam 40 bab, dimulai dari era sejarah awal bumi sebelum kehadiran manusia dan diakhiri dengan sebuah ulasan tentang Perang Dunia II dan akhir Perang Dingin. Ulasan yang merangkum lebih dari 4000 tahun sejarah manusia ini terbit pertama kali di tahun 1936 dan sempat dilarang beredar di Jerman pada saat rezim Nazi berkuasa. Namun kini, ia telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dan terjual sedikitnya 6 juta eksemplar (keterangan dari buku).

Pingkan dan Zikri tengah mengikuti pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda

Buku setebal 368 halaman ini tandas dalam lima kali sesi baca bersama-sama yaitu pada tanggal 3, 10, 24, 31 Mei dan 14 Juni 2017 di Perpustakaan Forum Lenteng yang melibatkan di antaranya Zikri, Pingkan, Aryo, Ragil, Ampyang, Melisa, Renal, Delva, Anggra, Otty, Rayhan, Hanif, Ika, Abi, Dhuha, Eka dan Asti. Biasanya, satu orang akan membacakan satu bab sejarah sementara yang lain mendengarkan dan lingkaran proses membaca berlangsung satu atau dua kali putaran dengan durasi terlama ialah 4 jam. Formasi peserta ini memang tidak selalu komplit sebab kadang-kadang para peserta berhalangan datang dan akhirnya mengikuti sesi pengulangan di luar tanggal-tanggal yang disebutkan di atas. Tidak jarang kami terpingkal, menjadi sendu, terperangah atau merasa gemas sebab terbawa oleh tutur cerita sejarah yang dituliskan oleh Gombrich dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan apik oleh Elisabeth Soeprapto-Hastrich.

Ampyang, Abi dan Ragil menjadi peserta Klub Baca #18 yang membacakan karya Gombrich

Jika pada bab pertama Gombrich bertutur tentang bumi sebelum kehadiran manusia, pada bab-bab selanjutnya ia bercerita tentang zaman prasejarah dan manusia-manusia purba, peradaban di lembah sungai Nil yaitu Mesir pada sekitar 3.100 tahun sebelum Masehi dan penemuan seni menulis pada era tersebut melalui keberadaan hieroglif serta buku yang terdiri dari lembar-lembar papirus. Kemudian ia bercerita tentang Mesopotamia, huruf paku, Raja Hamurabi dan Nebukadnezar dalam bab 4. Selanjutnya ia memperkenalkan kita kepada bangsa Yahudi dan orang-orang yang membawakan ajaran agama samawi pada permulaan sejarah. Kemudian dalam bab 6 yang hanya sepanjang dua setengah halaman, ia bercerita tentang huruf latin yang kita kenal sekarang sebagai warisan dari orang-orang Fenisia yang tinggal di kota pelabuhan Tirus dan Sidon (sekarang di Lebanon). Gombrich juga bercerita tentang Yunani kuno, Persia yang dipimpin Xerxes, peradaban di India dan di Tiongkok, tentang Iskandar Zulkarnain yang hebat, tentang orang-orang Romawi dan berdirinya peradaban Romawi kuno hingga tentang perkembangan berbagai agama di Eropa, Asia maupun Timur Tengah. Dalam bab-bab lainnya, Gombrich juga menuturkan tentang kerajaan-kerajaan di Eropa yang mulai berkembang, penaklukan-penaklukan yang terjadi, suku-suku pedalaman yang mengalami kolonialisme dan imperialisme hingga perang-perang antar kerajaan dan negara yang terjadi di sepanjang sejarah.

Sesi pembacaan tanggal 10 Mei 2017 di halaman belakang Forum Lenteng bersama Abi, Delva, Ika, Hanif, Ragil dan Anggra.

Salah satu bagian yang paling saya ingat di buku ini ialah mengenai kekuasaan Romawi di Byzantium. Gombrich mengulas perjalanan kekuasaan di Romawi mulai dari zaman Julis Caesar hingga Konstantinus dan Justinianus yang menghasilkan berdirinya kota Konstantinopel yang ternama beserta Hagia Sophia yang menjadi salah satu peninggalan penting sejarah seni rupa era Byzantium. Ulasan ini kemudian mengingatkan pada pelajaran-pelajaran mengenai Sejarah Seni Rupa Barat yang pernah dipaparkan Hafiz Rancajale setiap Senin sore. Bahwa rupanya awal perkembangan seni rupa Barat yang sangat terinspirasi dari kejayaan seni dan sastra era Yunani justru dimulai dari era Romawi dan berkembang mulanya dari ikon-ikon atau gambar-gambar yang menceritakan tentang kisah Alkitab yang dibuat di katakombe, yaitu sebuah ruang atau kuburan bawah tanah yang dulunya digunakan sebagai tempat berkumpul orang-orang kudus ketika Kristen masih terlarang di Romawi. Sehingga tak heran jika pada abad ke-8 hingga 14 Masehi atau sebelum era Pencerahan, karya-karya seni sangat mengacu pada tujuan ketuhanan dan identik dengan gambar-gambar ikon yang mana masih bisa dijumpai jejaknya pada Hagia Sophia hari ini.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sementara itu, Zikri sempat mengatakan bahwa ia sangat suka bagian awal buku tentang bumi sebelum keberadaan manusia. Ia juga menyukai bagian-bagian akhir buku ketika Gombrich menggambarkan melihat kembali sejarah masa lalu sebagai suatu pengalaman melihat aliran sungai dari ketinggian. Ia terkesan pada cara penggambaran Gombrich dalam menuturkan peristiwa melihat masa lalu.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sedangkan Asti paling menyukai bab-bab tentang transisi dari era Kegelapan menuju era Pencerahan. Menurutnya, istilah Kegelapan dan Pencerahan ternyata sangat Eurosentris sebab di kala Eropa tengah mengalami kegelapan, di Timur Tengah justru pengetahuan sudah mulai berkembang dan tercatat dengan baik. Pencerahan di Eropa terjadi justru setelah orang-orang Eropa yang baru kembali dari Timur Tengah membawa pengetahun dari sana ke tanah Eropa. Artinya, perspektif tentang gelap-terang sangat berpusat pada perkembangan sejarah pengetahuan dari sudut pandang Eropa saja.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***

Klub Baca #18: Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda
Klub Baca #23: Malam