Mengalami Lapar Knut Hamsun

Penulis: Anggraeni Widhiasih

Ini barangkali adalah karya terpanjang yang dibacakan  sejauh ini dalam seri Klub Baca Buku Untuk Semua. Buku setebal 283 halaman yang berjudul Lapar (Sult) (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013) karya Knut Hamsun ini tuntas kami bacakan dalam kurun waktu 9 jam yang dibagi dalam dua kali pertemuan. Pada Klub Baca #11 yang dilaksanakan hari Rabu, 15 Februari 2017, hadir Anggra, Ika, Otty, Zikri, Ragil, Hanif dan Aryo. Selanjutnya pada Klub Baca #12 yang dilaksanakan hari Rabu, 22 Februari 2017, hadir Anggra, Ika, Otty, Zikri, Ragil, Hanif, Rayhan, Maria, Dhuha dan Asti. Kedua pertemuan seperti biasanya dilakukan di Perpustakaan Forum Lenteng yang berlokasi di garasi rumah Otty.

Karya Knut Hamsun ini mengambil sudut pandang pertama si Aku untuk menggambarkan mengenai pengalaman keseharian dan kebatinan seorang penulis yang terjepit kemiskinan. Dalam Lapar, si “Aku” nampak merujuk pada diri Knut Hamsun sendiri. Novel yang ditulis pada masa sekembalinya Knut Hamsun dari Amerika ini pun menggambarkan pula kondisi serba kekurangan yang kala itu dialami oleh Hamsun. Diterbitkan pada tahun 1890, Lapar  sepertinya cenderung terinspirasi oleh pemikiran eksistensialisme yang kala itu baru muncul. Di sisi lain, Knut Hamsun yang berasal dari Norwegia pun disebut-sebut sebagai salah satu sastrawan yang mengawali karya sastra modern di Eropa dan di dunia. Karyanya tak hanya menggambarkan suatu peristiwa tetapi pula menggambarkan pengalaman dalam ruang-ruang batin seorang individu. Maka tak heran ketika proses pembacaan karya ini pun, pengalaman batin akan kengenesan si Aku pun turut dirasakan oleh pembaca.

Ada berragam respon usai pembacaan karya ini. Asti misalnya, ia tidak suka Lapar karena menurutnya cerita dalam buku ini terdengar sangat sedih dan pesimis. Sebaliknya, Hanif justru sangat suka cerita dalam Lapar karena darinya banyak ide-ide baru yang terpantik di kepalanya. Otty pun berbagi cerita bahwa buku ini menginspirasinya untuk menjadi seniman. Saya sendiri jujur kadang merasa ngenes membaca Lapar karena kenelangsaan si Aku yang sepertinya tak ada ujungnya. Namun turut pula kagum akan martabat dan moralitas Aku yang tetap bersikeras dijaganya, mencegah dirinya menjadi orang miskin yang mencuri karena lapar. Moralitasnya menjadi pelampung hidup yang menjaga kewarasan si “Aku” ketika habis-habisan dikepung oleh kelaparan dan kemiskinan.

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 11.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***

Klub Baca #11: Lapar
Klub Baca #13: Rekam Media bersama Samuel Bagas