Klub Baca #23: Malam

Program Buku Untuk Semua, Divisi Perpustakaan dan Mediatek, Forum Lenteng, mengadakan kegiatan baca bersama, buku karya Elie Wiesel, berjudul Malam (Yayasan Obor Indonesia, 1988).

Kegiatan yang dilakukan oleh Klub Baca Buku Untuk Semua ini akan dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Juni 2017, pukul 20:00 WIB, di Perpustakaan Forum Lenteng, Jl. H. Saidi No. 69, RT07/RW05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta – 12530. Acara ini terbuka untuk umum dan dapat disaksikan pula via live streaming Facebook. Mari datang dan ramaikan!

Malam, dengan cara penulisannya yang bersahaja, mengungkapkan pengalaman seorang anak Yahudi yang mengalami penderitaan selama berada di dalam kamp Nazi, dengan menyaksikan kematian keluarganya satu persatu. Dan hanya mukjizat yang telah menyelamatkannya dari tungku api yang siap menerima makhluk hidup sebagai bahan bakarnya.

[Dipetik dari sampul belakang buku]

 


Menelusuri Sejarah Dunia ala Gombrich

Penulis: Anggraeni Widhiasih

“Anak-anak yang beruntung akan dibacakan buku ini. Orang dewasa yang cerdas akan membacanya sendiri dan terbangkitkan kembali ikatannya pada semangat kemanusiaan.” – Wall Street Journal

Suasana pembacaan Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda tanggal 3 Mei 2017

Sebagaimana yang diungkapkan kutipan komentar dari sampul buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda (Marjin Kiri, 2015) karya Ernst H. Gombrich, kami mungkin salah satu dari sekian anak-anak yang beruntung yang pernah saling dibacakan dan membacakan buku ini. Karya sejarah yang tidak terasa seperti buku sejarah ini memuat penulisan sejarah dunia yang terrangkum dalam 40 bab, dimulai dari era sejarah awal bumi sebelum kehadiran manusia dan diakhiri dengan sebuah ulasan tentang Perang Dunia II dan akhir Perang Dingin. Ulasan yang merangkum lebih dari 4000 tahun sejarah manusia ini terbit pertama kali di tahun 1936 dan sempat dilarang beredar di Jerman pada saat rezim Nazi berkuasa. Namun kini, ia telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dan terjual sedikitnya 6 juta eksemplar (keterangan dari buku).

Pingkan dan Zikri tengah mengikuti pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda

Buku setebal 368 halaman ini tandas dalam lima kali sesi baca bersama-sama yaitu pada tanggal 3, 10, 24, 31 Mei dan 14 Juni 2017 di Perpustakaan Forum Lenteng yang melibatkan di antaranya Zikri, Pingkan, Aryo, Ragil, Ampyang, Melisa, Renal, Delva, Anggra, Otty, Rayhan, Hanif, Ika, Abi, Dhuha, Eka dan Asti. Biasanya, satu orang akan membacakan satu bab sejarah sementara yang lain mendengarkan dan lingkaran proses membaca berlangsung satu atau dua kali putaran dengan durasi terlama ialah 4 jam. Formasi peserta ini memang tidak selalu komplit sebab kadang-kadang para peserta berhalangan datang dan akhirnya mengikuti sesi pengulangan di luar tanggal-tanggal yang disebutkan di atas. Tidak jarang kami terpingkal, menjadi sendu, terperangah atau merasa gemas sebab terbawa oleh tutur cerita sejarah yang dituliskan oleh Gombrich dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan apik oleh Elisabeth Soeprapto-Hastrich.

Ampyang, Abi dan Ragil menjadi peserta Klub Baca #18 yang membacakan karya Gombrich

Jika pada bab pertama Gombrich bertutur tentang bumi sebelum kehadiran manusia, pada bab-bab selanjutnya ia bercerita tentang zaman prasejarah dan manusia-manusia purba, peradaban di lembah sungai Nil yaitu Mesir pada sekitar 3.100 tahun sebelum Masehi dan penemuan seni menulis pada era tersebut melalui keberadaan hieroglif serta buku yang terdiri dari lembar-lembar papirus. Kemudian ia bercerita tentang Mesopotamia, huruf paku, Raja Hamurabi dan Nebukadnezar dalam bab 4. Selanjutnya ia memperkenalkan kita kepada bangsa Yahudi dan orang-orang yang membawakan ajaran agama samawi pada permulaan sejarah. Kemudian dalam bab 6 yang hanya sepanjang dua setengah halaman, ia bercerita tentang huruf latin yang kita kenal sekarang sebagai warisan dari orang-orang Fenisia yang tinggal di kota pelabuhan Tirus dan Sidon (sekarang di Lebanon). Gombrich juga bercerita tentang Yunani kuno, Persia yang dipimpin Xerxes, peradaban di India dan di Tiongkok, tentang Iskandar Zulkarnain yang hebat, tentang orang-orang Romawi dan berdirinya peradaban Romawi kuno hingga tentang perkembangan berbagai agama di Eropa, Asia maupun Timur Tengah. Dalam bab-bab lainnya, Gombrich juga menuturkan tentang kerajaan-kerajaan di Eropa yang mulai berkembang, penaklukan-penaklukan yang terjadi, suku-suku pedalaman yang mengalami kolonialisme dan imperialisme hingga perang-perang antar kerajaan dan negara yang terjadi di sepanjang sejarah.

Sesi pembacaan tanggal 10 Mei 2017 di halaman belakang Forum Lenteng bersama Abi, Delva, Ika, Hanif, Ragil dan Anggra.

Salah satu bagian yang paling saya ingat di buku ini ialah mengenai kekuasaan Romawi di Byzantium. Gombrich mengulas perjalanan kekuasaan di Romawi mulai dari zaman Julis Caesar hingga Konstantinus dan Justinianus yang menghasilkan berdirinya kota Konstantinopel yang ternama beserta Hagia Sophia yang menjadi salah satu peninggalan penting sejarah seni rupa era Byzantium. Ulasan ini kemudian mengingatkan pada pelajaran-pelajaran mengenai Sejarah Seni Rupa Barat yang pernah dipaparkan Hafiz Rancajale setiap Senin sore. Bahwa rupanya awal perkembangan seni rupa Barat yang sangat terinspirasi dari kejayaan seni dan sastra era Yunani justru dimulai dari era Romawi dan berkembang mulanya dari ikon-ikon atau gambar-gambar yang menceritakan tentang kisah Alkitab yang dibuat di katakombe, yaitu sebuah ruang atau kuburan bawah tanah yang dulunya digunakan sebagai tempat berkumpul orang-orang kudus ketika Kristen masih terlarang di Romawi. Sehingga tak heran jika pada abad ke-8 hingga 14 Masehi atau sebelum era Pencerahan, karya-karya seni sangat mengacu pada tujuan ketuhanan dan identik dengan gambar-gambar ikon yang mana masih bisa dijumpai jejaknya pada Hagia Sophia hari ini.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sementara itu, Zikri sempat mengatakan bahwa ia sangat suka bagian awal buku tentang bumi sebelum keberadaan manusia. Ia juga menyukai bagian-bagian akhir buku ketika Gombrich menggambarkan melihat kembali sejarah masa lalu sebagai suatu pengalaman melihat aliran sungai dari ketinggian. Ia terkesan pada cara penggambaran Gombrich dalam menuturkan peristiwa melihat masa lalu.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Sedangkan Asti paling menyukai bab-bab tentang transisi dari era Kegelapan menuju era Pencerahan. Menurutnya, istilah Kegelapan dan Pencerahan ternyata sangat Eurosentris sebab di kala Eropa tengah mengalami kegelapan, di Timur Tengah justru pengetahuan sudah mulai berkembang dan tercatat dengan baik. Pencerahan di Eropa terjadi justru setelah orang-orang Eropa yang baru kembali dari Timur Tengah membawa pengetahun dari sana ke tanah Eropa. Artinya, perspektif tentang gelap-terang sangat berpusat pada perkembangan sejarah pengetahuan dari sudut pandang Eropa saja.

Sketsa tentang pembacaan buku Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda oleh Otty Widasari.

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***


Klub Baca #18: Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda

Program Buku Untuk Semua, Divisi Perpustakaan dan Mediatek, Forum Lenteng, mengadakan kegiatan baca bersama, buku karya Ernst H. Gombrich, berjudul Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda (Marjin Kiri, 2015).

Kegiatan yang dilakukan oleh Klub Baca Buku Untuk Semua ini akan dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Mei 2017, pukul 19:00 WIB, di Perpustakaan Forum Lenteng, Jl. H. Saidi No. 69, RT07/RW05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta – 12530. Acara ini terbuka untuk umum dan dapat disaksikan pula via live streaming Facebook. Mari datang dan ramaikan!


Klub Baca #LIBUR

Program Buku Untuk Semua, Divisi Perpustakaan dan Mediatek, Forum Lenteng, kali ini Libur membaca karena adanya beberapa hari raya serta pesta rakyat yang baru saja kami rayakan.

Klub Baca akan kembali lagi pada minggu selanjutnya, seperti biasa pada hari Rabu, pukul 19:00 WIB, di Perpustakaan Forum Lenteng, Jl. H. Saidi No. 69, RT07/RW05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta – 12530. Acara ini terbuka untuk umum dan dapat disaksikan pula via live streaming Facebook.

Mari datang dan ramaikan!


Sebuah Neraka ala Sartre

Penulis: Anggraeni Widhiasih

Membaca itu susah-susah gampang. Kalau bacaannya menarik dan kita tertarik, maka membaca biasanya jadi lebih gampang. Kalau bacaannya menarik tapi kita tidak tertarik, mungkin akan terasa sedikit susah. Apalagi kalau bacaannya tidak menarik dan kita tidak tertarik, pasti membaca jadi sangat susah meskipun bacaan itu punya muatan yang penting untuk diasup. Begitu pula dengan mendengarkan. Sekilas, sepertinya ia mudah. Tetapi sebetulnya, proses mendengarkan pun punya level tantangan yang juga tidak bisa disepelekan. Sebab ia sungguh membutuhkan kesediaan untuk menerima informasi sekaligus konsentrasi untuk mencernanya, terutama ketika sudah terterpa kantuk dan bosan.

Tiap Rabu malam, beberapa anggota Forum Lenteng biasanya berkumpul di Perpustakaan Forum Lenteng untuk membaca karya-karya sastra dunia bersama-sama. Seseorang akan membacakan karya tersebut dan yang lainnya akan mendengarkan sembari ‘membaca’ karya tersebut dengan cara lainnya. Proses ini dirotasi kepada seluruh peserta yang datang ke Klub Baca hingga buku tersebut tuntas dibacakan.

Maria, Zikri dan Ika mendengarkan Fauzan ‘Padang’ membacakan Pintu Terutup.

Rabu, 22 Maret 2017 kemarin adalah giliran karya Jean-Paul Sartre yang kami bacakan. Setelah belakangan sempat membacakan karya Knut Hamsun dan Albert Camus, kini Klub Baca mengajak partisipannya untuk menyambangi karya Sartre yang berjudul Pintu Tertutup (Pustaka Jaya, 1984). Ika, Zikri, Maria, Fauzan ‘Padang’, Otty dan Anggra menyanggupi ajakan tersebut. Kami memulai pembacaan Pintu Tertutup pada pukul 19.30 dan menandaskannya sekitar pukul 21.30. Seperti biasanya, pembacaan ini kami lakukan di garasi rumah Otty yang juga dijadikan lokasi Perpustakaan Forum Lenteng.

Maria, peserta magang yang juga beberapa kali mengikuti Klub Baca sembari kadang belajar melukis.

Pintu Tertutup adalah salah satu karya terpendek yang pernah dibacakan di Klub Baca. Namun jangan salah, membacakan karya ini bukanlah perihal yang mudah. Sebab karya yang ditulis saat Sartre berusia 39 tahun di tahun 1944 ini sebetulnya berbentuk naskah pertunjukan teater. Alhasil, pembacaan pun harus menyesuaikan dengan keberadaan penanda nama karakter sekaligus tanda titik duanya.

Sebagai sebuah naskah pertunjukan teater, Pintu Tertutup menyertakan karakter yang jumlahnya tidak banyak. Ia hanya bercerita tentang 3 orang yang jiwanya terkutuk yang bernama Garcin, Inez dan Estelle. Awalnya,ketiga orang itu berpikir bahwa masing-masing akan menerima siksaan sepanjang zaman, selayaknya dalam neraka. Alih-alih, ketiga nya justru ditempatkan pada suatu ruang kosong bersama-sama.

Zikri yang tengah membacakan Pintu Tertutup .

Mulanya tak seorang pun mengakui bahwa dirinya, sebetulnya, telah melakukan satu, dua atau bahkan sejumlah kejahatan yang membuat jiwanya terkutuk. Hingga akhirnya pengakuan mengalir dari ketiga orang tersebut. Masing-masing menceritakan tindakan jahat yang diperbuat selagi masih hidup di dunia. Namun rupanya, pengakuan itu tak mampu meredakan kondisi dimana keberadaan yang satu adalah siksaan bagi yang lainnya. Baik Garcin, Inez maupun Estelle terus merasa tersiksa oleh keberadaan yang lain, namun tak juga mampu pergi meninggalkan satu sama lain. Bahkan ketika pintu ruang yang tertutup itu terbuka, tidak satu pun kuasa ataupun hendak beranjak dari sana meninggalkan yang lainnya. Pada akhirnya, ketiadaan jalan keluar sebetulnya bukanlah dibuat oleh situasi melainkan oleh diri sendiri.

Selain Garcin, Inez dan Estelle, terdapat satu karakter lagi yang keberadaannya tidak terlalu menonjol. Yaitu seorang pengawal misterius yang mengantarkan ketiga orang tersebut masuk ke dalam ruangan dan menjawab sejumlah pertanyaan dari ketiga orang tersebut. Akan tetapi, saya pribadi sebetulnya bertanya-tanya tentang keberadaan pengawal tersebut

Ika yang sedang membaca bersama kamera-kamera eksperimen yang merekam dan menyiarkan proses membaca secara langsung.

Pintu Tertutup adalah salah satu karya Sartre yang menjadi medianya untuk berbicara mengenai pemikiran Eksistensialisme. Konon, karya ini juga merupakan refleksi Sartre terkait Perang Dunia II dan kekalahan yang diderita Perancis semasa peperangan tersebut. Karya ini juga menjadi salah satu karya yang sangat terkenal seiring dengan signifikannya pemikiran Sartre terkait Eksistensialisme.

Ada beberapa bagian yang menjadi favorit kami. Otty paling suka bagian ketika Garcin mengatakan bahwa neraka ialah orang lain. Perkataan tersebut menjadi kesimpulan Garcin ketika ia menyadari bahwa sebetulnya neraka justru tidak terletak di luar ruangan tersebut, melainkan pada keberadaan mereka sendiri. Sedangkan saya paling suka adegan ketika Estelle terus mencari-cari cermin untuk meyakinkan esensi keberadaan dirinya yang ia pikir tidak sedang berada di neraka. Meski ini adalah bacaan yang tidak mudah, namun pada akhirnya kami menuntaskan buku dan memahami sejumlah konsep yang ditawarkan. Salah satunya adalah tentang keterkaitan kesimpulan Garcin yang disukai Otty dengan situasi masa kini. Neraka bukan lagi sesuatu yang jauh, tapi ada di sini, di keberadaan orang lain bagi diri kita.

Gambar rekaman Otty yang sedang membaca. Ia sangat suka simpulan dari Garcin.

Usai buku ini, kami masih akan lanjut membaca karya-karya sastra yang lain. Masih dengan lokasi dan waktu yang sama, yaitu di Perpustakaan Forum Lenteng, setiap hari Rabu (dan Kamis jika satu tak usai), pukul 19.00 WIB. Acara membaca ini turut kami siarkan pula secara langsung via facebook .Tentu kalau mau, kamu pun dipersilakan untuk bergabung membaca bersama Klub Baca Buku Untuk Semua.***


Klub Baca #17: Rekam Media bersama Samuel Bagas #2

Program Buku Untuk Semua, Divisi Perpustakaan dan Mediatek, Forum Lenteng, kembali mengadakan kegiatan baca bersama, dengan tema Rekam Media bersama Samuel Bagas Wiraseto (Gentong) dari RuangRupa. Untuk acara ini, harap membawa koran terbitan terbaru, gunting, lem, cutter, kertas-kertas bekas, lakban dan kardus.

Kegiatan yang dilakukan oleh Klub Baca Buku Untuk Semua ini akan dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Maret 2017, pukul 19:00 WIB, di Perpustakaan Forum Lenteng, Jl. H. Saidi No. 69, RT07/RW05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta – 12530. Acara ini terbuka untuk umum dan dapat disaksikan pula via live streaming Facebook.

Mari datang dan ramaikan!


Klub Baca #16: Pintu Tertutup

Program Buku Untuk Semua, Divisi Perpustakaan dan Mediatek, Forum Lenteng, mengadakan kegiatan baca bersama, buku novel karya Jean-Paul Sartre, berjudul Pintu Tertutup (Pustaka Jaya, 1984).

Kegiatan yang dilakukan oleh Klub Baca Buku Untuk Semua ini akan dilaksanakan pada hari Rabu, 22 Maret 2017, pukul 19:00 WIB, di Perpustakaan Forum Lenteng, Jl. H. Saidi No. 69, RT07/RW05, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta – 12530. Acara ini terbuka untuk umum dan dapat disaksikan pula via live streaming Facebook. Mari datang dan ramaikan!

 

Jean-Paul Sartre adalah penulis Perancis yang terkenal sebagai tokoh filsafat eksistensialisme – sebuah aliran filsafat yang mashur di Eropa setelah Perang Dunia II. Dalam karya-karyanya yang berupa novel, drama dan esai, ia menjelaskan teorinya bahwa hidup tak mempunyai makna atau maksud di luar tujuan yang dicita-citakan bagi dirinya sendiri. Ia menolak hadiah Nobel untuk sastra tahun 1964, dengan alasan bahwa bagi pembaca hadiah itu secara tak langsung menambahkan sesuatu pengaruh pada kekuatan kata-kata pengarang, dan itu dianggapnya tidak jujur.

Sartre lahir pada tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia pernah mengajar ilmu filsafat pada beberapa Sekolah Tinggi, kemudian menjalani wajib militer dalam PD II. Meskipun tertangkap oleh tentara Jerman, tetapi dapat meloloskan diri dan menjadi pemimpin gerakan perlawanan di bawah tanah. Setelah PD II ia terjun dalam gerakan politik, dan di tahun 1946 menerbitkan majalah sastra dan politik Les Temps Moderne.

Karangannya yang terkenal a.l. novel La Nausee (Kemuakan), empat cerita pendek yang terbit di bawah satu judul Le Mur (Dinding), dan drama Les Mains Sales ( Tangan kotor), Les Sequestres d’Altona (Kutuk Altona), dan Huis Clos (Pintu Tertutup). 

PINTU TERTUTUP melambangkan hidup manusia yang seakan-akan dikodratkan menempati sebuah ruangan yang tertutup dan terbatas, memuakkan, tanpa cermin, tanpa jendela – sebuah uraian teori eksistensialisme Sartre.

[Dipetik dari sampul belakang buku]